Thursday, February 23, 2017

TEKS ULASAN FILM IQRO

GADIS CILIK PENGAGUM LANGIT

Judul film: Iqro: Petualangan Meraih Bintang
Sutradara: Iqbal Alfajri
Pemeran: Aisha Nurra Datau
                 Mike Lucock
Neno Warisman
Cok Simbara
Raihan Khan
Adhitya Putri
Produksi: Salman Film Academy
Durasi: 97 menit

Film yang mengisahkan tentang Aqila sang gadis cilik yang mengagumi dunia astronomi ini, berhasil menarik masyarakat baik dari kalangan anak – anak, remaja, sampai dewasa. Tak sedikit sekolah yang mengajak murid – murid nya untuk menonton bersama film yang dirilis tanggal 26 Januari 2017 ini. Ditemani oleh Cok Simbara sebagai Opa dan Raihan Khan sebagai Fauzi, Aisha Nurra Datau yang berperan sebagai Aqila merupakan tokoh utamanya.
Dikisahkan Aqila, yang mendapat tugas dari gurunya untuk meneliti objek di alam semesta. Aqila lantas memanfaatkan momen berharga ini untuk meneliti Pluto di Obsevatorium Bosscha yang kebetulan Opanya bekerja disana. Namun, Opanya tidak mengizinkan sebelum Aqila pandai mengaji. Demi mencapai tujuannya untuk meneropong Pluto, Aqila belajar mengaji bersama Kak Raudha. Di sela – sela pembelajarannya selalu ada Fauzi yang jahil terhadap Aqila sehingga Aqila kesal dibuatnya. Suatu hari, tepatnya 200 meter dari Bosscha akan dibangun hotel dengan pencahayaan yang sangat terang. Sehingga dapat menghalau aktifitas di Bosscha karena gangguan cahaya lampu hotel tersebut. Tak lama, Bosscha pun ditutup oleh pemerintah. Mendengar hal tersebut, Aqila yang sudah pandai mengaji langsung murung. Semangatnya untuk meneropong Pluto di Bosscha pun lenyap. Aqila, Opa, dan Omanya segera berdoa agar lekas diberikan yang terbaik oleh Allah swt.. Benar, memang. Tak lama kemudian Bosscha kembali resmi dibuka atas izin pemerintah dan pembangunan hotel dihentikan. Akhirnya pada suatu malam, warga sekitaran Bosscha pun sepakat untuk memadamkan lampunya selama beberapa jam agar memaksimalkan kemampuan penglihatan teropongnya ke langit malam. Dan pada malam itu, Aqila dapat melihat dengan jelas Pluto melalui teropong di Observatorium Bosscha.
Konflik mengenai penutupan Observatorium Bosscha dirasa mustahil. Sebab Bosscha merupakan salah satu pusat penelitian benda langit di Indonesia. Kurang masuk akal bila Bosscha ditutup hanya untuk pembangunan hotel, kecuali dibangun di tempat lain observatorium yang menyamai Bosscha. Tak hanya itu, Aqila dalam adegan panggilan video dengan temannya juga terasa kurang menjiwai. Ekspresi Aqilah yang datar, yang seharusnya terlihat murung. Sehingga terlihat temannya lah yang mendominasi adegan tersebut. Saya juga merasa bahwa cerita keseluruhan dari film Iqro, bukanlah sepenuhnya tentang pentingnya belajar Al – Qur’an. Tetapi film ini terlalu memfokuskan masalah penutupan Bosscha bukannya malah memperlihatkan nilai penting belajar Al – Qur’an. Tetapi dibalik semua itu, saya merasa bahwa adegan terakhir film Iqro dimana Aqila akan segera melihat Pluto melalui teropongnya, adalah adegan favorit saya. Karena adegan tersebut dapat memperlihatkan bagaimana keindahan Bosscha bila dilihat pada malam hari. Adegan yang merupakan adegan penutup film Iqro ini, mampu membuat saya lupa sejenak dengan kekurangan film ini karena saya sudah terlanjur terpaku menyaksikan adegan tersebut.
Dilihat dari keseluruhan, karakter Aqila merupakan gadis yang manis dan Aisha Nurra Datau cukup cocok dalam memerankan Aqila. Neno Warisman juga dengan sempurnanya menjiwai karakter Oma dalam film ini.

Dengan mengesampingkan beberapa kekurangan, film ini cukup layak ditonton terutama bagi kalangan remaja dan anak – anak. Penggunaan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak – anak juga mendukung bahwa film ini cocok untuk ditonton di berbagai kalangan. Nilai yang dapat saya ambil dalam film ini adalah bahwa dengan belajar Al – Qur’an, kita dapat dengan mudah menggapai yang kita inginkan terutama cinta dari Allah. Dan jangan lupa untuk terus mengingat Allah dan membaca Al – Qur’an terutama dikala kita sedih, seperti apa yang dilakukan Fauzi.

AKU RASA, BERJUANG SENDIRIAN ITU BUKAN MASALAH

Aku, Kamu, dan Cita – Cita
Ini tentang cita – citaku. Namun terselip di dalamnya satu cerita hati.
Ini tentang persahabatan dan berjuang sendiri karenanya.


BAGIAN 1 - KUNJUNGAN


Madinah, 26 Desember
     Udara dingin menyelimuti kota yang menjadi tujuan kedua bagi ummat muslim setelah kota Makkah. Bus yang ku naiki tersengat oleh teriknya matahari, namun tetap teguh membelah setiap inci jalan toll yang kami lewati. Terdengar suara lelaki yang tidak jauh dari tempat dudukku. Dia berkata, “Lihatlah! Di sebelah sana ada Universitas Madinah yang terkenal. Hanya saja, tempat itu dikhususkan untuk mahasiswa sedang mahasiswi berada di Riyadh.” Jelasnya seraya menunjuk ke pinggiran jalan toll. Aku tertegun. Sejenak dalam benakku aku bertanya, ‘bagaimana bila aku bersekolah di sini?’ namun pikiran tersebut hanya sekilas melintas di benakku. Dalam sekejap, aku sudah membuang pikiran tersebut tanpa sadar.

     Tuk tuk tuk, suara langkah kaki ku menghiasi ruangan luas tempat orang bermigrasi. Dia yang sedari tadi ada tepat di belakangku. Dia yang telah menghiasi beberapa hari terakhir ku. Kami tidak berbincang banyak. Sedikit namun sangat berarti bagiku. Sekarang, tujuan kita sama. Pulang ke tanah air tercinta, Indonesia. Rindu akan hangatnya rumah — itu yang kami berdua rasakan.

Tangerang, 2 Januari
     Aku bergegas menuju tempat pengambilan kopor. Dia yang sedari tadi membuntuti ku, kini menghilang. Bukannya mencari keberadaan kopor ku, mataku malah sibuk mencari dimana dirinya berada. Oh, baguslah sekarang aku telah jatuh cinta tanpa sadar. Aku benci perasaan yang tak henti – hentinya mengalir ini. Ah itu dia! Ku lihat punggungnya menjauh dan keluar ruangan. Aku rasa itu adalah pemandangan terakhir yang ku lihat dari dirinya. Berhari – hari setelahnya, aku belum kunjung menemuinya. Namun namanya selalu terselip dalam doa setiap sujudku.


Bersambung